Selasa, 02 Maret 2010

Salah Kaprah

Pengantar
Pernahkah anda mendengar seseorang berkata,”Silahkan semuanya maju ke depan”? Tahukah anda, bahwa kalimat tersebut sebenarnya salah menurut bahasa Indonesia yang baik dan benar? Namun kita seakan tak menganggap bahwa itu salah. Mungkin karena sudah terlalu biasa terdengar di telinga kita, sehingga kita tak mengira bahwa itu salah. Dalam tata bahasa, hal demikian dinamakan Salah Kaprah.
Salah kaprah dapat terjadi, bahkan sering kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya dalam hal bahasa. Sangat disayangkan, kita melakukan sesuatu yang salah, tanpa sadar bahwa apa yang kita lakukan itu salah. Percaya atau tidak, kelakuan yang demikian dapat menjadikan seseorang tidak peduli, atau bahkan tidak tahu lagi bagaimana aturan atau hukum yang sebenarnya.
Dalam hal bahasa, mungkin masalah dan akibat yang timbul tidak sebesar masalah dan akibat dalam hal lain, apalagi dalam bahasa lisan. Dalam bahasa lisan, pesan dapat dipahami dengan cepat dan mudah dipahami karena mereka yang berkomunikasi melengkapinya dengan bahasa tubuh. Dalam bahasa tulis, salah kaprah masih bisa dibendung dengan adanya hukum dan aturan baku yang menjadi rambu-rambu. Hal-hal tersebut sebaiknya menjadi pedoman dalam berbahasa, supaya pesan yang disampaikan dapat dipahami dan tidak menimbulkan arti ganda.

Landasan Teori
Salah kaprah adalah istilah yang diambil dari bahasa Jawa. “Kaprah” itu berarti sesuatu yang biasa. Salah kaprah dalam kebahasaan diartikan sebagai salah atau kesalahan yang sudah umum, sehingga karena sudah terbiasa dengan yang salah seperti itu, orang tidak lagi merasakan bahwa itu salah.
Dalam hidup sehari-hari, salah kaprah lebih sering kita jumpai dalam bahasa lisan, meskipun ada juga dalam bahasa tulis. Kadang-kadang lahir susunan kalimat yang kacau karena si pembicara atau penulis kurang menguasai aturan penyusunan kalimat yang baik. Kesalahan itu kemudian sering terjadi, tidak hanya sekali. Akibatnya, kalimat yang salah itu terasa seolah-olah sudah benar, dan karena itu dipakai terus-menerus. Kesalahan seperti inilah yang disebut salah kaprah.
Dalam kesempatan ini, penulis lebih tertarik untuk membahas salah kaprah dalam bahasa tulis. Namun baiklah penulis juga menyertakan beberapa contoh salah kaprah dalam bahasa lisan, meskipun tidak disertai dengan analisis dan pembahasannya.
Contoh salah kaprah dalam bahasa lisan:
1. ”Segeralah kamu naik ke atas!”
2. ”....waktu dan tempat kami persilahkan.”
3. ”Dik, cepat buatkan bapak kopi!”
4. ”Siapa yang bisa memanjat kelapa?”
5. dan masih banyak lagi.

Masalah dan Analisis
1. Salah kaprah terjadi ketika seseorang tidak dapat memaknakan dengan baik ”Hukum Diterangkan Menerangkan” (DM), yang berlaku dalam bahasa Indonesia. Contoh yang sudah familiar di telinga kita adalah ”polisi wanita”. Berikut pembahasannya.
a. Berdasarkan hukum DM, polisi wanita adalah polisi yang mengurusi wanita, atau polisi yang berkaitan dengan urusan wanita. Ini sama halnya dengan polisi lalu lintas (polisi yang mengurusi lalu lintas), polisi pariwisata (polisi yang mengurusi pariwisata), polisi pamongpraja (polisi yang mengawasi dan mengamankan keputusan pemerintah di wilayahnya), dan sebagainya.
b. Pada kenyataannya, istilah polisi wanita tentu tidak diartikan secara tepat seperti yang dijelaskan pada poin a. ”Polisi wanita” justru digunakan untuk menunjuk wanita atau himpunan wanita yang bertugas sebagai polisi. Pengartian demikian semakin menjadi ketika tidak ada seorang lelaki pun di kalangan ini.
c. Jika memang digunakan untuk menunjuk wanita atau himpunan wanita yang bertugas sebagai polisi, seharusnya digunakan kata ”wanita polisi” atau ”korps wanita polisi”, dan bukan ”polisi wanita” atau ”korps polisi wanita”.
d. Istilah serupa sudah digunakan pada tubuh TNI seperti misalnya, KOWAD (Korps Wanita Angkatan Darat), KOWAL (Korps Wanita Angkatan Laut), KOWAU (Korps Wanita Angkatan Udara).
e. Kita bisa membandingkannya dengan frase ”pengusaha wanita”. Berdasarkan hukum DM, pengusahan wanita adalah seseorang yang mengusahakan wanita. Kenyataannya, arti tersebut tidak sejalan dengan arti yang diinginkan orang-orang dalam kehidupan sehari-hari. Mungkin yang dimaksud adalah ”wanita pengusaha”. Wanita pengusaha adalah wanita yang bertugas atau bekerja sebagai pengusaha. Dalam kehidupan sehari-hari, wanita pasti akan merasa lebih terhormat sebagai wanita pengusaha daripada pengusaha wanita.
2. Salah kaprah juga terjadi karena ketidaktaatan atau ketidakkonsistenan terhadap hukum DM. Contoh yang juga sudah familiar adalah sepakbola dan bulutangkis. Berikut pembahasannya.
a. Selama ini sepakbola dan bulutangkis termasuk jenis olahraga. Dari segi makna berdasarkan hukum DM, sepakbola sebenarnya lebih tepat dikategorikan sebagai jenis olahraga daripada bulutangkis.
b. Kata sepakbola merujuk pada gerakan menyepak bola (aktifitas  olahraga), sedangkan bulutangkis merujuk pada barang (berupa shuttlecock) yang ditangkis (bukan aktifitas  bukan olahraga).
3. Salah kaprah berikutnya berkaitan dengan penamaan lembaga yang tidak mencerminkan tugasnya. Sebagai contoh yaitu Badan Narkotika Nasional. Berikut pembahasannya.
a. Sadar atau tidak, nama ini sebenarnya tidak tepat untuk menyebut lembaga yang bertugas mengendalikan atau memberantas penyalahgunaan narkotika. Nama yang tepat untuk lembaga yang tugasnya seperti ini adalah misalnya: Badan Pengendalian Narkotika Nasional atau Badan Antinarkotika Nasional, dsb.
b. Coba bandingkan dengan nama-nama lembaga lain seperti, Komisi Pemberantasan Korupsi (yang bertugas memberantas korupsi), Badan Pengawasan Obat dan Makanan (yang bertugas mengawasi keamanan atau menguji kandungan unsur dalam obat dan makanan), Badan Kepegawaian Negara (yang mengurusi seluk beluk administrasi pegawai negara), dan Badan Pengawasan Daerah (yang bertugas mengawasi kinerja pegawai di daerah)
4. Penggunaan istilah yang maknanya tidak logis juga merupakan salah kaprah. Contoh: Memasak nasi. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menggunakan istilah tersebut. Sebenarnya kita tak pernah memasak nasi. Yang kita masak adalah beras, yang dimasak agar empuk atau menjadi nasi dan bisa dimakan. ”Memasak nasi” hanya tepat digunakan untuk pekerjaan memanaskan nasi yang sudah dingin atau sudah tidak begitu enak untuk dimakan.
5. Selain istilah yang tidak logis, kalimat dengan makna yang tidak logis pun termasuk salah kaprah. Contoh: Dalam razia terakhir, banyak pelanggar lalu lintas dikenakan denda.
a. Sepintas kalimat tersebut memang benar, tapi jika diperhatikan lebih jauh, kalimat tersebut tidaklah logis.
b. Ketidaklogisan makna kalimat dapat dirasakan, setelah susunan kalimat diubah dari pasif ke aktif. Maka, kalimat aktifnya adalah: Dalam razia terakhir, denda mengenakan banyak pelanggar lalu lintas. Tidak logis bukan?
c. Coba bandingkan kalimat itu dengan beberapa kalimat berikut:
i. Dalam razia terakhir, denda dikenakan (oleh polisi) kepada banyak pelanggar lalu lintas.
ii. Dalam razia terakhir, banyak pelanggar lalu lintas dikenai denda (oleh polisi).
d. Makna kalimat dua terakhir ini pasti lebih logis daripada makna kalimat sebelumnya.

Penutup
Indonesia memiliki bahasa Indonesia sebagai resmi, maka hendaknya kita menggunakannya dengan baik dan benar. Pada kenyataannya terdapat banyak sekali kesalahan dalam penggunaan bahasa Indonesia. Namun sayangnya, kita terlanjur nyaman dengan kesalahan-kesalahan yang terjadi, sehingga tidak terganggu karenanya. Dalam hal ini, penggunaan kata ”polisi wanita” menjadi contoh.
Dalam hidup sehari-hari, kita bisa menjumpai banyak sekali kesalahan yang sudah kaprah (sudah biasa) dalam bahasa lisan. Kadang-kadang lahir susunan kalimat yang kacau karena si pembicara kurang menguasai aturan penyusunan kalimat dengan baik. Biasanya kesalahan itu tidak terjadi hanya sekali saja, melainkan terjadi terus menerus dan berulang-ulang. Hal ini menyebabkan kata atau kalimat yang salah tersebut dirasa sudah benar karena dipakai terus menerus dan tak ada yang memprotes.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar