Selasa, 02 Maret 2010

Siapa yang Terbesar (?), Sebuah ulasan singkat mengenai Injil Markus 9:33-37

33 Kemudian tibalah Yesus dan murid-murid-Nya di Kapernaum. Ketika Yesus sudah di rumah, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: ”Apa yang kamu perbincangkan tadi di tengah jalan?” 34 Tetapi mereka diam, sebab di tengah jalan tadi mereka mempertengkarkan siapa yang terbesar di antara mereka. 35 Lalu Yesus duduk dan memanggil kedua belas murid itu. Kata-Nya kepada mereka: ”Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya.” 36 Maka Yesus mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka, kemudian ia memeluk anak itu dan berkata kepada mereka: 37 ”Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Dan barangsiapa menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, tetapi Dia yang mengutus Aku.”


Siapa di antara kita yang tidak ingin dihormati? Siapa yang tidak ingin mendapat kekuasaan, kemampuan dan hak untuk memerintah, dan disegani oleh banyak orang? Saya kira jarang orang jaman sekarang yang tidak menginginkan hal-hal tersebut. Itu normal dan wajar, tak perlu disalahkan. Kebanyakan orang justru merasa perlu berebut untuk mendapatkan posisi penting yang berkuasa dan disegani.
Di mana-mana orang bekerja keras demi status sosial yang lebih tinggi. Di manapun dan kapanpun, orang berusaha tampil sebaik mungkin, dengan pakaian indah dan mewah segala macam. Itu normal, karena umumnya mereka lebih dihormati daripada orang lain. Lagipula lihatlah, sudah sejak dulu ”tradisi” seperti itu telah muncul. Jauh sebelum masehi, manusia sudah memiliki kecenderungan untuk mencari kehormatan, kekuasaan, dan kedudukan.
Pandangan dan kecenderungan yang demikian justru dikritik dan dibalik oleh Yesus. Karena ”tradisi” masyarakat dunia kebanyakan yang sedemikian rupalah yang membuat seringnya Yesus menegaskan pentingnya kerendahan hati dan pelayanan. Maka ketika Yesus tahu bahwa para murid-Nya juga mempermasalahkan kekuasaan, ia mengkritik mereka semua. Konsep yang dimiliki para murid adalah konsep duniawi. Ke-Mesias-an Yesus juga dipahami secara duniawi. Jadi mereka merasa perlu berebut untuk mendapatkan posisi yang penting di samping Yesus. Yesus pun bertanya dengan berpura-pura tak tahu apa yang mereka perbincangkan. Itu membuat pertanyaan-Nya menimbulkan kerepotan dan kecemasan tersendiri bagi para murid. Mengaku dengan jujur, terlalu memalukan. Maka mereka pun diam.
Yesus juga tidak marah kepada murid-murid-Nya. Ia memahami apa yang mereka ributkan. Apa yang Yesus ajarkan dan contohkan selama ini belumlah cukup untuk mengubah pola pikir murid-murid-Nya. Yesus berkata, "Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya." Menjadi yang terbesar bukanlah suatu hal yang salah. Masalahnya, motivasinya yang harus diubah. Selama ini kita berpandangan bahwa menjadi yang terbesar berarti dilayani, mendapat fasilitas, memiliki kekuasaan untuk memerintah dsb. Mereka menguasai dan menggunakan segala sesuatu untuk kepentingan dirinya sendiri. Sebaliknya, menjadi yang terbesar dan terutama dalam rangka mengikut Yesus berarti melayani, memperhatikan, dan berkarya bagi orang lain. Hal ini jauh dari pikiran untuk mencari kesenangan dan kepuasan diri sendiri.
Cobalah amati cerita ini: Di Yunani ada cerita tentang seorang Sparta bernama Paedaretos. Tiga ratus orang akan dipilih untuk berperang dan Paedaretos adalah salah satu calonnya. Ketika diumumkan, ternyata namanya tidak tercantum. Salah seorang kawannya berkata, "Saya menyesal karena kamu tidak terpilih. Rakyat semestinya sudah tahu bahwa kamu sudah menunjukkan diri sebagai seorang pejabat negara yang bijaksana." Kata Paedaretos, "Saya senang bahwa di Sparta ada 299 orang yang lebih baik dibandingkan saya. "
Dalam cerita ini kita bertemu dengan seorang yang menjadi legenda karena ia siap untuk memberikan tempat pertama kepada orang lain dan sama sekali tidak merasa sakit hati. Cerita ini berbicara tentang kesediaan diri untuk tidak menganggap dirinya paling penting dan pantas untuk menduduki jabatan tertentu, juga kesediaan diri untuk melihat orang lain menjadi yang terpilih.
Yesus mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah. Seorang anak (yang juga masih jernih, polos, dan baik) dijadikan contoh untuk menjelaskan arti ungkapan yang terakhir dari semuanya, pelayan dari semuanya. Ia sama sekali tidak mempunyai pengaruh dan jarang diperhatikan. Ia dipandang tidak dapat memberikan kontribusi bagi kesuksesan seseorang. Sikap Yesus terhadap anak-anak mengingatkan kita akan perhatian-Nya yang serupa pada para pendosa, pemungut cukai, dsb. Kerajaan Allah dikaruniakan kepada orang-orang yang diabaikan, ditindas, dan tidak ada yang membela. Di sini Yesus juga menegaskan adanya kesamaan antara anak dengan diri-Nya. Menyambut anak bukan hanya suatu sikap batin belaka, tetapi tindakan konkret mirip ”menerima sebagai tamu terhormat”. Menyambut Yesus itu seperti menyambut seorang anak kecil yang berarti siap menyambut dan melayani siapa saja yang membutuhkan pertolongan. Kehadiran murid-murid Yesus adalah untuk melayani dan memberi pertolongan kepada orang yang membutuhkan. Kehadiran gereja adalah untuk membantu masyarakat yang memerlukan bantuan. Kita tidak boleh menghindarkan diri dari orang-orang yang membutuhkan bantuan kita walaupun memang lebih mudah menjalin hubungan dengan orang orang yang bisa membantu kita.
Marilah kita hening sejenak.. Tuhan Allah yang mahakuasa, curahkanlah rahmat-Mu yang melimpah kepada kami supaya kami pun dapat mencontoh apa yang telah dilakukan putera-Mu yang terkasih Tuhan kami Yesus Kristus. Semoga kami dapat menjadi semakin dewasa, tidak diwarnai pola pikir dunia, memurnikan ambisi, rendah hati dan berani untuk dianggap tidak penting, seperti layaknya seorang anak kecil.
Kemuliaan kepada Allah Bapa, Putera, dan Roh Kudus, seperti pada permulaan sekarang, selalu dan sepanjang segala abad. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar