Senin, 26 September 2011

Balada Seksi Perlengkapan



“Perkap! Perkap! Tolong pataka ini sama tiang-tiangnya dibawa ke fakultas yaa… segera!”

Bergabung dalam kepanitiaan besar semodel Psychobate tak pernah kubayangkan sebelumnya. Psychobate, lomba debat antar fakultas Psikologi tingkat regional Jawa, terlaksana dan terbilang sukses, meski tetap menyimpan beberapa catatan penting yang harus dibenahi, terutama jika ingin menyelenggarakannya lagi di esok hari. Dalam lomba yang diadakan pada 3-5 Juni 2011 ini, aku bersama dengan tiga rekan lain diberi kepercayaan untuk menjabat sebagai seksi perlengkapan.

Melamar untuk menjadi seksi acara, aku justru terpilih menjadi sie perkap. Seumur-umur baru kali ini aku menduduki posisi ini dalam sebuah kepanitiaan dan organisasi. Apa itu perkap? Apa pula tugas dan pekerjaannya? Hampir dalam setiap rapat, perkap mendapat kesempatan pertama untuk melaporkan perkembangan dan kondisi terkini dari job description-nya. Aku, yang minim pengalaman di bidang ini, hanya bisa termangu-mangu saat sang koordinator perkap menjawab dengan jawaban “Perkap beres!” atau “Perkap nggak ada masalah. Lanjut terus”. Jawaban yang singkat dan hampir selalu sama dalam setiap kali rapat . Sebaliknya, seksi acara hampir selalu menjadi seksi dengan laporan paling banyak dan lama dalam rapat-rapat Psychobate. Ironi? Mungkin.

Sebenarnya motivasiku untuk mendaftar menjadi panitia Psychobate pada waktu itu tidak terlepas dari euforia lanjut ke semester dua dengan indeks prestasi yang bisa membuat kedua orangtuaku tersenyum. Maklum, di semester satu memang belum banyak kegiatan yang kuikuti. Sebagai seorang remaja yang ingin eksis, didukung oleh teori Abraham Maslow tentang kebutuhan akan aktualisasi diri, motivasiku bergabung ke dalam kepanitiaan ini hanyalah sekedar ingin dikenal dan terlihat aktif. Itu saja. Kalaupun ada, motivasi yang memiliki “derajat yang lebih tinggi” adalah ingin mencari pengalaman dalam berorganisasi. Jawaban yang terbilang umum dan diplomatis.

Dangkalnya motivasi tersebut ternyata menjadi bumerang bagi diriku sendiri. Dalam proses dinamika bersama itu, setidaknya ada tiga hal yang membebaniku. Pertama, aku tak tahu banyak tentang jobdes perkap. Kedua, sebelum menemui titik cerah, aku menjalani peranku dengan setengah hati, terutama karena ternyata yang kualami di perkap tidak sesuai dengan motivasiku. Ketiga, aku harus siap menghadapi rasa tidak dihargai ketika hanya menjadi backstage part. Ketiga hal tersebut, melengkapi dangkalnya motivasiku, membuatku tertatih-tatih dalam menjalankan tugas-tugas perkap. Duh duh, piyee ikii..?! kesimpulannya, aku lelah. Batinku tertekan oleh diriku sendiri. Setiap kali rapat tak dianggap , kelak hanya menjadi “pesuruh” seluruh seksi, harus usung-usung barang-barang yang dibutuhkan, baik itu menyiapkan maupun membereskan. Belum lagi jika ada suatu cacat, perkap hampir selalu menjadi kambing hitam dan dikatakan kurang cakcek. Akhirnya aku sampai pada pikiran untuk mengundurkan diri dari kepanitaan ini.

Saat itu, sekitar sebulan sebelum acara berlangsung, berlangsung rapat rutin seperti biasanya. Aku yang (masih) hanya bisa termenung, tiba-tiba teringat sebuah cerita dari seorang staff SMA-ku dulu. Seseorang membunuh kawannya sendiri dengan cara menusukkan pisau ke tubuh orang itu. Kalau begini, siapa yang pantas disalahkan? Orang itu? Ataukah pisaunya? Kedengarannya memang agak aneh, kalau tak disebut lucu. Bagaimanapun juga, yang bersalah dan bertanggung jawab pasti adalah orangnya, meskipun penyebab kematian orang tersebut adalah pisaunya. Lalu?

Jika aku memutuskan untuk mengundurkan diri dari kepanitiaan ini, aku secara resmi menyalahkan pisaunya. Pisau itulah yang harus dihukum dan dipenjara! Padahal pisau itu tak bersalah. Yang bersalah adalah orangnya: aku. Aku membunuh diriku sendiri dengan motivasi yang dangkal, dan menyalahkan panitia sebagai biang keladinya. Tepat di saat inilah aku menemukan titik cerah. This is my point of no return. Ya, di titik ini aku telah memutuskan, dan tak bisa kembali lagi. Pilihannya hanya dua: menjadi pemenang atau menjadi pecundang.

Menyerah dan mengundurkan diri, itulah pecundang. Terus berjuang, bertahan dalam segala tekanan, itulah pemenang. Aku bangkit dan belajar untuk tetap setia dengan tugas-tugasku sebagai sie perkap. Motivasiku diperdalam dengan timbulnya ketulusan untuk melayani dengan segenap kerendahan hati disertai kesetiaan untuk mengerjakan tugas-tugas sepele. Dengan semangat dasar sesederhana namun secanggih itu, aku bangun untuk kemudian berlari dan mencetak prestasi. Ya, aku telah menjadi anggota perkap yang “baru”.

Pilihanku membuahkan hasil. Kelak selain terlaksananya tugas dengan baik, hal yang lebih kusyukuri adalah daya ubah sie perkap yang ternyata sangat dahsyat bagi perkembangan diriku. Daya ubah yang menghasilkan daya juang yang luar biasa itu muncul ketika aku menghayati tugas-tugas “kasar dan remeh” dengan sepenuh hati. Ketika disuruh mengambil ini-itu oleh seksi lain, aku belajar tentang prinsip kerendahan hati. Ketika harus berlelah-lelah mengangkat pataka, ampli, keyboard, berlari mengambil gitar, menjadi “stand microphone” dadakan, dan barang-barang lain yang umumnya lebih berat dari berat badanku, aku belajar tentang prinsip kerja keras. Ketika tak mendapatkan sedikitpun ucapan terima kasih dari panitia lain, hatiku terisi oleh prinsip kesabaran. Intinya, begitu banyak hal yang kudapatkan dari tugas “kasar” nan sepele ini. Namun semuanya bermuara pada satu hal, yaitu ketulusan untuk melayani.

Alih-alih mengalami degradasi, aku justru bertransformasi menjadi pribadi yang lebih baik lewat dinamika bersama panitia ini. Ketika orang mau melayani, maka ia akan diubah lewat pelayanannya itu. Dan ketahuilah, kesetiaan untuk menjalani tugas-tugas remeh itulah yang akan mengubah hidup.

Aku bersyukur bahwa aku boleh mengalami dinamika bersama panitia Psychobate yang luar biasa dahsyat. Tulisan ini kudedikasikan untuk segenap rekan-rekan panitia Psychobate yang mau melayani sesama dengan segenap rendah hati, yang secara menakjubkan dan gagah berani, berhasil menyenggarakan ajang terbesar sepanjang sejarah fakultas Psikologi Unika Soegijapranata. Keberhasilan yang besar muncul dari hal-hal sepele yang menjadi dasarnya.
Last but not least, do small things with great love!


Balada Seksi Perlengkapan
Ditulis Sebagai Pemenuhan Tugas Psikologi Industri dan Organisasi






Ditulis oleh:
Conrad Ekaristianto
10.40.0071

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar